Jumat, 13 April 2012

e-va news


Menyambung Hidup di Tepian Kapuas
Kisah hidup seorang pedagang kaki lima
Langit disore itu terlihat mendung, Sarkan (45th) terlihat ragu untuk menggelar dagangannya. Suasana di taman alun-alun Kapuas yang terletak di jalan Rahadi Oesman itu tampak ramai meski langit gelap petanda hujan akan segera turun. Dengan harapan hujan tidak jadi turun, Sarkan akhirnya menggelar dagangan yang berupa stiker, poster, gantungan kunci dan bros di antara hamparan dagangan pedagang lainnya. Dengan wajah berkeringat dan baju hijaunya yang terlihat basah oleh keringat, Sarkan bersama anaknya yang masih berumur 7 tahun menyusun barang dagangannya serapi mungkin agar dapat menarik minat para pengunjung untuk membeli dagangannya.
            Para pengunjung bertambah ramai, mereka datang dengan tujuan yang bermacam-macam. Ada yang sekadar untuk melepas penat setelah seharian bekerja, ada yang ingin menghabiskan waktu bersama keluarga dan pasangan, ada juga yang datang untuk bertemu sahabat, dan ada juga yang datang untuk menikmati aneka jajanan yang banyak tersedia di taman yang berada di dekat kantor walikota Pontianak.
Keberadaan taman yang tertelak di pinggir sungai Kapuas dan di kunjungi ramai wisatawan ini dimanfaatkan oleh para pedagang untuk menggelar dagangannya. Termasuk Sarkan dan anak semata wayangnya. Dengan modal awal 150 ribu rupiah, Sarkan mencoba berdagang stiker, poster, gantungan kunci dan bros. Duda beranak satu itu dengan sabar menunggu dagangannya agar dibeli oleh pengunjung. “ penghasilan yang paling banyak saya dapatkan dalam satu hari tidak menentu, kadang-kadang dapat 75ribu, kadang 50ribuan, bahkan pernah sama sekali tidak dapat apa-apa” tutur Sarkan. “ mungkin banyak saingan dan hambatan sering muncul jika cuaca yang tidak mendukung seperti ini” tambahnya sambil memandangi gumpalan awan yang kian menghitam disertai angin yang mulai kencang.
Sarkan tinggal bersama anaknya di sebuah rumah kontrakkan di jalan Hasanuddin, gang Derma, di samping super market Mitra Anda. Istrinya sudah lama meninggal akibat penyakit kanker payudara yang dideritanya selama lima tahun. Joni (7) yang kini duduk di kelas 1 Sekolah Dasar dengan setia menemani ayahnya berjualan di taman alun-alun Kapuas. Saat ditanya tentang  cita-citanya, dengan polosnya ia menjawab bahwa ia ingin sekali menjadi guru.
Profesi sebagai pedagang di tepian sungai Kapuas ini Sarkan lakoni setelah istrinya meninggal. Sebelum istrinya meninggal, Sarkan berprofesi sebagai penjahit sepatu dan membantu istrinya berjualan kue dan diantar ke warung-warung. Namun, setelah istrinya meninggal, Sarkan beralih profesi menjadi pedagang di taman kebanggaan warga Pontianak.
Sarkan tidak setiap hari menggelar dagangannya di taman alun-alun Kapuas. Ia masih menjalani profesi sampingan yaitu tukang jahit sepatu dan sandal di pinggir jalan Hassanudin, Sungai Jawi. “ dalam seminggu saya menggelar dagangan 3-4 kali, yaitu pada hari-hari libur Korem (sebutan lain taman alun-alun Kapuas) selalu ramai dikunjungi orang” ucap Sarkan. Pada hari-hari biasa ia manfaatkan untuk beralih profesi menjadi tukang jahit sepatu dan sandal. “ ade lah buat makan dan biaye sekolah si Joni, yang saye harapkan Joni bise sekolah tinggi, kuliah, biar tak jadi macam saye” harap Sarkan.
Langit makin pekat, sesekali terlihat kilat menyambar-nyambar. Sarkan pasrah, hari ini dagangannya tidak disentuh pengunjung. pedangan lain juga sudah menggulung dagangannya. Ia dan anaknya pun bergegas mengemaskan barang dagangannya kembali sebelum hujan tumpah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar