Senin, 10 Oktober 2011

BUNTU


Buntu!
Kata-kata apalagi yang harus kutulis. Dimana? Kemana kata-kata itu? dan kalimat-kalimat itu sembunyi? Dimana-dimana-dimana (kok jadi ayu ting-ting)Padahal sudah kucari kemana-mana. Di lemari, di bawah kolong, di dapur, di kulkas, di akuarium, di teras, di halaman, di belakang rumah. Tetaapp… saja tidak ada. Buntu. Kalimat-kalimat dikertas yang dari tadi bercokol di hadapanku tak bergerak jumlahnya. Kalimat ceritaku mengambang. Dan akhirnya aku harus mengakui bahwa aku memang tidak bisa menjadi penulis. Jadi penulis biasa saja tidak bisa, apalagi menjadi penulis terkenal saperti para penulis idolaku seperti Andrea Hirata, Umar Kayam, Ahmad Tohari, dan Kang Abib.  Hmm… menulis cerpen saja aku tidak bisa, apalagi menghasilkan novel-novel best seller seperti mereka. Padahal jadi penulis adalah cita-citaku dari kecil, tetapi sampai sekarang tetaapp… saja tidak bisa. Dan hasilnya membuat semangatku menurun untuk mencoba menulis lagi. Tapi aku tidak berhenti sampai di sini, aku tetap mencoba, mencoba dan mencoba. Aku ingin tetap berusaha agar tulisanku dibaca oleh banyak orang, disukai, dan dibikin film… wahhh.. itu yang membuatku kembali bersemangat.
Dan… sekarang aku harus berkonsentrasi menyelesaikan sebuah cerpen. Cerita tadi ku hapus saja, dan kuganti dengan tema yang baru.
Tok… tok… tok….!
Pintu  rumahku digedor orang. Siapa? Tengah malam bolong begini bertamu kerumah orang. Kulirik jam weker di atas mejaku. Dua belas kurang tujuh menit.
Tok… tok… tok….!


Dia menggedor lagi. Serrrr…….Tiba-tiba tirai jendela kamarku bergerak-gerak ditiup angin yang menyusup lewat celah-celah jendela kamar. Huhh… hanya angin. Untung hanya angin. Beginilah kalau tinggal sendirian, disaat-saat seperti ini ingin rasanya menumpang nginap di rumah tetangga depan. Apalagi rumah disebelah kanan rumahku adalah rumah kosong yang sudah lama tak berpenghuni. Dari aku pindah rumah itu sudah kosong. Padahal aku masih bisa tinggal bersama orangtuaku, tapi aku malu sudah berumur hampir kepala tiga begini masih tinggal sama orangtua. Adik-adikku saja yang sudah nikah, sudah punya rumah sendiri. Tapi mereka sudah menikah. Aku belum. Akh…. Aku malas jika membahas soal yang satu ini.
  Tok… tok… tok….!
Duh, semakin keras! Aku memberanikan diri keluar kamar dengan berbekal sebuah penyapu dan membuka kunci pintu.
Glek! Kunci pintu terbuka. Gagang pintu kutarik kebawah, kemudian kutarik mundur perlahan, dan pintu terbuka.
“ Selamat malam Mbak…” sapa seorang laki-laki berpakaian hitam-hitam dan bertopi hitam dengan sedikit senyum.
“ Ya? Cari siapa ya, malam-malam begini?” Tanyaku tanpa mempersilakannya masuk. Siapa tahu dia berniat jahat dan merampok isi rumahku walau harganya tak seberapa. Setelah merampok, aku disandera dan dia minta uang tebusan dengan orang tuaku. Tidak! Aku tidak mau!!



“ Maaf , saya sudah mengganggu Mbak malam-malam begini “ ucapnya ramah. Laki-laki ini terlihat baru datang dari tempat yang jauh. Dia membawa satu koper dan satu tas barang, dan memegang sebuah kertas.
“ Saya hanya ingin menanyakan alamat rumah ini, apa Mbak tahu ini tempatnya dimana?” tanyanya.
Dia memberikan kertas yang dipegangnya tadi kepadaku. Aku mengambilnya dan membacanya. Sebuah alamat:
Jalan Karya Blok D No. 54.
 Hmmm… nomor rumahku 55, berarti disebelah rumahku. Rumah tak berpenghuni itu. Nomor  rumahnya memang tidak ada, mungkin cat nomornya sudah luntur.
 Jangan-jangan orang ini adalah penghuni rumah sebelah. Tapi kok masih bingung nanya alamat rumahnya sendiri? Atau barang kali dia amnesia. Emmm… tidak juga. Kalau dia amnesia kenapa dia masih ingat kalau dia pernah tinggal di kompleks ini. Amnesia sebagian mungkin? Ah.. ngawur!
Kertasnya ku kembalikan.
“ Rumahnya disebelah rumah saya, Mas.” Ucapku.
“ Oh… bener Mbak?? Kalau begiru, terima kasih. Maaf saya sudah mengganggu Mbak malam-malam begini. Soalnya saya bingung mau nanya dimana lagi. Kebetulan saya liat lampu
kamar Mbak masih nyala, saya pikir Mbak belum tidur. Jadi ya… saya gedor aja.” Ucapnya sambil terkekeh. Hhh… apanya yang lucu? Bikin aku takut aja.
“ Ya, sama-sama.” Ucapku.
 Sebenarnya aku pengen nanya, tapi besok-besok sajalah. Sudah tengah malam.
“ Kalau begitu, saya permisi Mbak. Selamat malam..” pamitnya.
“ Ya, selamat malam.”
Aku langsung menutup pintu.
Mataku pun mulai mengantuk.
                             **************************
Besoknya, ketika ku buka jendela kamar udara segar masuk kedalam kamarku yang berantakan. Penuh dengan gumpalan-gumpalan kertas, hasil pikiranku yang tak bisa ku teruskan kata-katanya. Hatiku ciut melihatnya, itulah salah satu bukti nyata jika aku tak bisa menulis dengan lancar.
Kokok seekor ayam jantan di pagar tetangga menyentakkanku dari lamunan. Disusul dengan sebuah suara yang rasa-rasanya aku mengenal suara itu.
“ Selamat pagi, Mbak.”




Tapi hanya suaranya, orangnya dimana? Maklumlah, di samping kamarku ditumbuhi banyak tumbuhan dan semak-semak. Mataku menjelajahi setiap celah disemak-semak yang agak tinggi.
“ Mbak? Saya disini.”
Suara itu lagi. Aku mencari arah suara itu. Ternyata laki-laki semalam sedang duduk memperhatikan tanaman disamping rumahnya. Dan ternyata lagi dia tahu kalau aku mencarinya. Dia tersenyum begitu mataku menemukan sosoknya.
“ Baru bangun, Mbak?”
  Iya, kamu ngapain disitu?” tanyaku.
  Lagi memperhatikan hama-hama yang merusak tanaman. Kebetulan, saya menyukai makhluk-makhluk kecil ini. Saya mengkoleksinya. Saya punya banyak Mbak.” Jelasnya.
Aneh, kok mau-maunya mengumpulkan makhluk kecil perusak itu. Bukannya membasminya malah memeliharanya.
“ Owh…. Kok nggak dibunuh saja Mas, hewan-hewan itu kan merugikan.” Ucapku.
          “ Jangan Mbak, hewan-hewan ini teman saya.” Ucapnya lalu bangkit dan pergi dengan muka kecut. Waduh, apa aku salah ngomong ya? Dasar orang aneh. Masa hewan-hewan kecil jelek begitu dijadikan teman.
         

Dua hari setelah itu aku tidak pernah menemukan sosok laki-laki itu lagi, rumahnya juga selalu tertutup. Mungkin dia sedang pergi. Yaa, sudah lah, buat apa aku memikirkan tetangga aneh dan misterius itu. Lebih baik aku melanjutkan cerpenku.
          Tiba-tiba terdengar mobil sirine polisi meraung-raung di depan rumahku. Kok, tengah malam begini ada mobil polisi? Disusul dengan bunyi mobil ambulan. Didepan rumahku menjadi ramai seketika. Ada apa ya?
          Aku melihat keadaan dari jendela kamar. Terlihat beberapa orang mengusung mayat dari rumah tetangga sebelah dan memasukkannya ke dalam ambulan. Apa mungkin tetangga sebelah yang tewas???  Bulu kundukku merinding. Kok bisa jadi begini. Padahal dua hari yang lalu aku masih sempat mengobrol dengannya.
          Tok…. Tok… tok….!!!
          Aku terkejut, seseorang mengetuk pintu rumahku. Dadaku berdebar-debar sambil membuka pintu. Seorang berpakaian polisi menganggukkan kepala kepadaku.
          “ Maaf, Mbak..” ucapnya.
          “ Ada apa ya, Pak? “ tanyaku.
          “ Sesosok mayat disamping rumah Mbak telah ditemukan, di duga laki-laki ini meninggal sekitar seminggu yang lalu, karena mayatnya sudah sangat rusak dan tidak dapat dikenali lagi, apa Mbak melihat kejadian aneh ahkir-akhir minggu ini?”
          Dug! Seminggu yang lalu? Berarti yang kemarin???? Hiyy……
         
          Seminggu setelah penemuan mayat, aku mendapatkan informasi bahwa laki-laki itu tewas akibat di gigit serangga penyerang tanaman ciptaannya sendiri. Hmm… kisah ini bagus juga untuk bahan tulisanku! Akhirnya aku menemukan cerita yang menarik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar